Monday, June 23, 2014

Kehilangan Arah.

Tuhan mengijinkan aku mengucapkan terimakasih kepada kamu.

Semangatmu adalah udara yang sewajibnya aku hirup
Selayaknya oksigen, yang terus ada di duniaku, tanpa henti memberikan tenaga bagi setiap orang yang menarik nafasnya

Memilihmu adalah suatu kesempatan. Suatu tindakan yang tak pernah kuterka sebelumnya.
Kamu datang, memberikanku suatu alasan untuk bertahan hidup.
Bahkan, aku rela menempuh ribuan mil untuk menemuimu.
Cahaya yang hadir disaat hidupku dirasa terlalu kelam untuk diarungi.

Senyummu ibarat lautan
Menenggelamkanku dan menghanyutkanku hingga hilang tak berjejak

Hatimu yang beku tak pernah menyurutkanku
Setiap kerikil tajam yang kuinjak untuk menggapai angan bersamamu
Tak pernah sedikitpun kukeluhkan perihnya

Dalamnya perasaanku tak pernah ku ukur
Akan selalu menjadi misteri bagi siapapun yang ingin menyelaminya

Terlebih kamu, sang pujaan hati yang selalu ku agung-agungkan
Sehebat apakah nyalimu yang katanya ingin berjuang untukku.

Sungguh singkat mengingat berapa lama kebersamaan yang kita jalin
Sekarang telah mencapai puncak akhir,
Lelah dan jenuhmu kini sudah menggunung,
Perlahan, cahayamu pudar,
Aku kehilangan jejak menuju kapalmu.

Dan disinilah aku. Terdiam di persimpangan.
Menunggu dan sedang kehilangan arah.

Ternyata, 'semoga' hanya menjadi 'semoga'

Aku berharap di lain waktu, akan kamu temukan tempat berlabuh yang seharusnya kamu singgahi.
Bukan hanya untuk menepi kemudian berlayar kembali.

Aku sadar.
Tampaknya di dalam ragamu, memang bukanlah tulang rusukku.